Sistem kliring dan pemindahan dana elektronik di Indonesia

  1. Pengertian Kliring dan Konsep Kliring

Kliring adalah penyelesaian utang piutang antar bank-bank peserta kliring yang berbentuk surat-surat berharga. Kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.

Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.

Prinsip kliring

Image

Gambar : Prinsip Kliring

Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Ruang lingkup kegiatan kliring

Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada bursa efek di Indonesia.

Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring yang timbul di transaksi bursa.

  1.  Informasi pada Check dan struktur kode mirc
  1. SISTEM KLIRING ELEKTRONIK DI INDONESIA

Pengertian umum kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.  Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan suasana “pasar burung”.

Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi  dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .

Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalamsettlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)

Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue PrintSistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001

A.  WARKAT

Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan melalui kliring. Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam kliring adalah :

Cek;

Bilyet Giro;

Wesel Bank Untuk Transfer;

Surat Bukti Penerimaan Transfer;

Nota Debet; dan

Nota Kredit.

B. DOKUMEN KLIRING
Dokumen kliring merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari :
Bukti Penyerahan Warkat Debet – Kliring Penyerahan (BPWD);
Bukti Penyerahan Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK);
Kartu Batch Warkat Debet;
Kartu Batch warkat Kredit; dan
Lembar Subsitusi.

Setiap warkat dan dokumen kliring yang digunakan wajib memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain meliputi kualitas kertas, ukuran, dan rancang bangun. Setiap pembuatan dan pencetakan warkat dan dokumen kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia Dalam Kliring Elektronik, agar data pada warkat dan dokumen kliring dapat dibaca oleh mesin baca pilah yang ada di Penyelenggara maka warkat dan dokumen kliring tersebut wajib dicantumkan Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line. MICR adalah tinta magnetic khusus yang dicantumkan padaclear band yang merupakan informasi dalam bentuk angka dan simbol.

PENYELENGGARAAN KLIRING

Dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik di Jakarta mencakup dua siklus kegiatan kliring

1.   Siklus Kliring Nominal Besar, terdiri dari :
Kliring Penyerahan Nominal Besar
Kliring Pengembalian Nominal Besar Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan hari yang sama.

2.   Siklus Kliring Ritel, terdiri dari :

Image
Kliring Penyerahan Ritel
Kliring Pengembalian Ritel Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan pada

Keterangan :
Kliring penyerahan bagian pertama dari siklus kliring guna memperhitungkan warkat yang disampaikan oleh peserta.
Kliring Pengembalian merupakan bagian kedua dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya.

MEKANISME STELMEN

Dasar perhitungan dalam Kliring Elektonik adalah Data Keuangan Elektronik (DKE).  Perhitungan hasil kliring tersebut akan tercermin dalam Bilyet Saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang kliring) atau bersaldo debet (kalah kliring) untuk dibukukan secara efektif langsung ke rekening giro masing-masing bank di Bank Indonesia tanpa memperhatikan kecukupan dana yang tersedia (netting settlement).

Apabila jumlah kekalahan kliring melampaui saldo rekeningnya di Bank Indonesia dan peserta tidak dapat menutupnya sampai dengan Bank Indonesia menutup sistem akunting, maka bank yang bersangkutan dinyatakan memiliki Saldo Giro Negatif. Apabila Saldo Giro Negatif tersebut tidak dapat ditutup sampai dengan pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya, peserta tersebut akan dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring lokal oleh Bank Indonesia.

KARAKTERISTIK SKE

Berdasarkan jenis kepesertaan, hal ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

Peserta langsung Aktif (PLA), peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik (SPKE) dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara serta menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas peserta yang bersangkutan

Peserta Langsung Pasif (PLP), peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, tetapi dapat menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas peserta yang bersangkutan

Peserta Tidak Langsung (PTL) adalah peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, serta menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas PLA atau PLP.

Sarana Ske

Peserta PLA wajib menyediakan sarana TPK yang terdiri dari :

Perangkat lunak aplikasi TPK

Perangkat lunak operation system

Personal Computer (PC)

Mesin reader encoder, atau mesin encoder

Jaringan Komunikasi Data (JKD) cadangan (dial up)

Sarana backup TPK

Sistem Kliring Elektronik

Yaitu kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring berdasarkan data elektronik yang disertai dengan penyerahan warkat bank peserta kliring kepada penyelenggara kliring (Bank Indonesia) untuk diteruskan kepada bank penerima.

Image

Gambar : Sistem Kliring Elektronik

Tata Cara (Procedure) Kliring Elektronik :

Pertama mempersiapkan warkat umum mekanisme dan dokumen kliring meliputi pemisahan warkat menurut Janis transaksinya, pembubuhan stempel kliring dan pencantuman informasi MICR code line baik pada warakt maupun pada dokumen kliring.

Selanjutnya Bank Pengirim merekam data warkat kliring ke dalam system TPK dengan menggunakan mesin reader encoder atau meng-input data warkat untuk mngehasilkan DKE.

Kemudian mengelompokkan warkat dalam batch kemudian menyusulkan dalam bundel warkat yang terdiri dari : BPWD/BPWK; Lembar Substansi; Karti Batch Warkat Debet/Kredit;Warkat Debet/Kredit.

Lalu mengirimkan batch DKE secara elektronik melalui JKD ke SPKE di penyelenggara. Fisik warkat dari DKE selanjutnya dikirim ke penyelenggara untuk dipilah berdasarkan bank tertuju secara otomasi dengan menggunakan mesin baca pilah berteknologi image.

Kemudian peserta dapat melihat status DKE di TPK maisng-maisng, apakah pengiriman tersebut sukses atau gagal.

Lalu SPKE akan memproses DKE yang diterima secara otomatis setelah batas waktu transmit DKE berakhir.

Selanjutnya SPKE akan men-broadcast informasi hasil kliring kepada seluruh TPK sehingga peserta dapat secara on-line melihat posisi hasil kliring melalui TPK.

Terakhir hasil perhitungan DKE tersebut (Bilyet Saldo Kliring) selanjutnya dibubukan ke rekening giro masing-masing bank di system Bank Indonesia Real Time Gross Sttlement (system BI-RTGS).

Sistem Kliring Manual

Sistem Kliring Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses Sistem Manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh Peserta kliring.

Gambar : Sistem Kliring Manual

Tata cara ( Procedur ) Kliring Manual secara sederhana yaitu :

Warkat dicatat dalam list kliring sesuai bank peserta kliring

Nominal di list kliring dibuatkan rekapitulasi kliring

Atas penyerahan kliring dibuatkan bilyet kliring ke Bank Indonesia beserta warkat penyerahan.

Menerima warkat penarikan kliring on hand dari bank lain beserta bilyet dan rekap warkat penarikan kliring.

Saat ini pengaturan mengenai sistem manual terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual. Pada sistem Manual, pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seluruhnya dilakukan secara manual, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Perhitungan kliring dan pemilahan/penyampaian warkat dilakukan oleh semua peserta;

Pembuatan dan pencocokan rincian Daftar Warkat Kliring, penyusunan Neraca Kliring serta pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan oleh Peserta;Penyusunan Neraca Kliring Penyerahan dan Pengembalian Gabungan dilakukan oleh Penyelenggara;Identitas peserta menggunakan nomor urut kelompok;

Menggunakan warkat baku, namun dapat menggunakan standar kertas sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warkat baku pada sistem otomasi dan elektronik;Kesalahan perhitungan lebih sering terjadi;

Memiliki wakil peserta sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk membuat, mengubah dan menandatangani Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian, Neraca Kliring Penyerahan/Pengembalian, Bilyet Saldo Kliring serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda terima pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang diterima dari peserta lain.

Jadi pada intinya ,

Kliring adalah mempercepat transaksi keuangan supaya tidak terjadi keterlambatan penyelesaian pembayaran dalam suatu transaksi. Kliring juga dapat dikatakan sebagai transaksi utang piutang antar bank.

4. Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

Untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di Jakarta.

Tujuan RTGS :

Memberikan pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara cepat, aman, dan efisien

Memberikan kepastian pembayaran

Memperlancar aliran pembayaran (payment flows)

Mengurangi resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)

Meningkatkan efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening giro

Memberikan informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank

Meningkatkan efisiensi pasar uang